Jakarta. Ya, ketika kita mendengar nama Jakarta, sejenak yang terlintas di benak kita adalah bangunan-bangunan yang menjulang tinggi, kota yang paling maju di Indonesia, tempat perantauan yang menjanjikan, serta lahan rezeki yang terbentang. Dulu sayapun berpikir demikian. Karena ketika masih duduk di bangku sekolah dasar di Sumatera, saya diajak oleh orang tua jalan-jalan ke ibukota Indonesia ini. Saya diajak menginap di hotel mewah, jalan-jalan ke dufan, dan merasakan kenikmatan-kenikmata layaknya liburan di luar negeri. Dan sepulang dari Jakarta, sayapun bercerita ke seluruh teman-teman akan hebatnya Jakarta. Ya saya bangga pernah ke Jakarta. Tapi itu dulu...
Sekarang? Tunggu dulu. Saya tidak mengatakan bahwa dulu tidak seperti sekarang, tidak. Tapi dulu saya hanya merekam sesuatu yang hebat dari Jakarta. Sesuatu yang tidak ada di Kota darimana saya berasal. Dan alhamdulillah setelah beberapa tahun mengenyam bangku kuliah di sini, sedikit pikiran saya terbuka tentang Jakarta dan segala antek-anteknya.
Tidak banyak bercerita, mungkin foto ini mampu menjelaskan kepiluan hati saya melihat gedung-gedung tinggi yang menjulang dan para pejabat yang kian rakus mengais uang.
Saya mengambil foto ini di daerah Kota Tua Jakarta. Seorang bayi yang tidak tahu apa-apa, yang menyangka itu adalah kamar yang nyaman, yang menyangka itu adalah kasur yang empuk, tertidur dengan pulasnya. Tapi lihat disebelahnya, ada sebuah kotak kecil tempat orang lalu-lalang menaruh uang.
Kalau menyoroti dari sisi si bayi, tidak mungkin kita menyalahkannya. Tapi yang bisa kita soroti adalah orangtua si bayi. Pertanyaannya, setega itukah orangtuanya? Saya yakin, ada semacam organisasi yang mengelola para pengemis di Jakarta ini. Mungkin tidak hanya pengemis, para pengamen maupun peminta-minta di jalanan ibukota juga ada yang mengorganisirnya. Pernah dengar Satpol PP? Apa fungsi mereka? Intinya adalah menjaga ketertiban dan keamanan. Tapi apakah razia yang dilakukan Satpol PP berpengaruh signifikan terhadap kurangnya para pengemis di Jakarta? Kalo boleh saya menjawab, tidak.
Para pengemis pun berbagai macam jenisnya. Mulai dari bayi seperti foto di atas, sampai orang tua renta yang tak mampu apa-apa. Semua sangat disayangkan. Tapi yang lebih saya sayangkan adalah anak-anak muda yang masih kuat, sehat dan semangat. Semangat meminta-minta maksudnya. Jika Soekarno masih hidup, mungkin dia akan merubah kalimatnya menjadi, "Berikan aku 10 pemuda yang bukan pemalas, maka aku akan mengubah dunia."
Berkaryalah wahai pemuda, jangan jadikan meminta-minta di jalanan tanpa usaha adalah profesi tetapmu. Lalu bagaimana dengan pengamen? Saya tidak mengategorikan pengamen yang benar-benar bisa menyanyi adalah peminta-minta. Tapi mereka adalah artis jalanan yang perlu dikembangkan potensinya. Tapi mohon dicatat, yang benar-benar bisa menyanyi.
Itu sorotan dari sisi para pengemis. Yang tidak kalah memilukan adalah dari sisi para pejabat-pejabat Indonesia yang sangat terhormat. Yang baru-baru ini seakan membuat heboh seantero Indonesia dengan ulahnya yang seperti anak TK. Mohon maaf kalau saya terkesan menggeneralisasi. Saya yakin, masih sangat banyak para pejabat yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan religi. Yang berintegritas dan berkualitas. Pasti masih banyak. Tapi memang sudah hukumnya kalau yang jahat itu lebih cepat terdengar. Ya, mau bagaimana lagi? Inilah Indonesia kita. Terpaksa kalimat-kalimat pesimis keluar dari mulut rakyat.
Untuk para pejabat, lihatlah rakyat. Turunlah ke jalan dengan pakaian tanpa jas. Naiklah angkutan yang ada di Jakarta ini. Mungkin langkah itu bisa membuat anda mengatakan,"Oh.. inilah kabar rakyatku. Pengemis di mana-mana, rumah tidak layak berdiri di belakang gedung-gedung mewah. Anak-anak kurus bermain di tanah sempit akibat penggusuran semena-mena, dan aku sibuk mengurusi pembangunan gedung mewah."
Bagaimana mungkin gedung yang sudah mewah mau dibangun lagi? Mungkin saja, jika para penghuninya telah buta hati dan keras kepala.
Kritikan dan tulisan yang bagus untuk Jakarta....
BalasHapushaha, metropolitan, contoh nyata perekonomian Indonesia ini. jurang sosial nampak sekali. tak rata.
BalasHapussalam UAS!
ketika terkadang masyarakat pun sudah lelah, lelah berbicara, lelah berharap sehingga memilih untuk bersikap pasif.
BalasHapusmembiarkan mereka berbuat semau mereka dan memilih untuk "menikmati" hidup yang tak seberapa.
tulisannya baguus! :))
Jakarta itu kota sejuta paradoks, contoh nyatanya ya dalam poto Said ini. Disatu sisi gedung tinggi nyaris mencakar langit, tp dibawahnya ada banyak penghuni yang tidak kebagian tempat.. dan banyak lagi paradoks lainnya :D Thanks for this touching post Id! Good Job...
BalasHapusmasya Allah... Miris lihatnya...
BalasHapusNo more comment bang... Nasib rakyat kecil...
Ya, jakarta memang pusat ekonomi tp bukan solusi ekonomi, bahkan sumber masalah yg lain, sosial...
masuk angin ntar t anaknya..
BalasHapushehe... benr bgd.. aku udha lama ke Jakta.. makannya klo kesana juga takut apalgi sendirian.. brrr....
BalasHapusmudahan Jaktra bisa lebh baik.. do'a yg ku harapkan... amin
Miris ngeliatnya. Jakarta emang banyak menampilkan Indonesia dari berbagai sisi.
BalasHapusKota yang tak ingin saya tinggal adalah Jakarta
BalasHapuskunjungan gan.,.
BalasHapusbagi" motivasi.,.
Kegagalan tidak seharusnya membuat kita rapuh .,.
tapi justru itulah cambuk kita menuju kesuksesan.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,