Mungkin sebagian besar pengunjung blog ini kurang paham apa yang bakal aku tulis. Ya, ini memang masalah kepanitiaan yang ada di kampus saya. HOE. Kependekan dari Heritage Organda Expo. Sebuah kepanitiaan yang mengusung kelestarian budaya Indonesia. Ya, kalo boleh dibilang ini adalah acara yang paling ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak, selain penampilan budaya yang keren-keren, juga ada wisata kuliner dari berbagai penjuru daerah. Kapan lagi bisa merasakan makanan-makanan khas Indonesia?
Nah, kebetulan untuk tahun ini tepatnya Januari 2011 lalu, saya menjadi kabid Transpubdok acara ini. Banyak sekali kenangan yang terjadi. Dan semua sudah pernah saya tuliskan di notes facebook saya. Tapi ada beberapa hal yang ingin saya sarankan kepada HOE tahun depan yang sudah berganti nama.
Saya pribadi sangat menyayangkan mengapa HOE berubah nama menjadi Festival Budaya Nusantara. Alasan yang saya dapat adalah karena ini acara budaya Indonesia, mengapa namanya harus berbahasa Inggris? Alasan yang masuk akal memang. Tapi ntah mengapa HOE itu sudah tertanam di hati saya pribadi. Kalo boleh berpendapat, untuk mengenalkan budaya kita kepada dunia bukankah harus dengan berbahasa Internasional? Ya, kata-kata heritage sepertinya sudah mewakili untuk itu. Lagian, Organda itu juga sebuah singkatan dari organisasi Daerah. Dan sejauh ini, saya juga tidak pernah mendengar ada mahasiswa yang protes terhadap nama HOE kecuali orang yang sekarang dengan sukses merubah nama tersebut.
Yah, itu baru masalah nama. Tak apalah, mudah-mudahan nama FESBUDNUS ini bisa melekit tinggi dari HOE terakhir yang tergolong sangat sukses dengan antusias mahasiswa yang sangat luar biasa. Tetap saja saya tidak sabar menunggu acara ini.
Di HOE lah saya memulai hobi fotografi. Banyak yang terjadi pada diri saya setelah HOE. Dari yang tidak terlalu suka jalan-jalan, sekarang sudah addicted dengan jalan-jalan karena termotivasi mencari foto bagus. Ilmu fotografi yang selalu bertambah melalui forum-forum, majalah yang pernah saya baca. Tidak bisa dipungkiri, HOE memiliki peran besar bagi saya. Dan saat ini saya tidak lagi takut ditempatkan dipelosok (walaupun tetap berharap tidak) negeri. Karena saya punya motivasi, mengambil kejadian dalam satu frame untuk ditunjukkan kepada dunia.
Ada beberapa ide yang mungkin bisa dilaksanakan di FESBUDNUS ini. Khususnya mengenai fotografi. Kita tau, para fotografer STAN sangat menunggu acara ini. Akan banyak sekali yang bisa dijepret dalam acara ini. Dari penampilan para peserta yang menggunakan baju daerah, makanan khas daerah, human interest dsb. Idenya, mengapa tidak dibuat "Ajakan Hunting Fotografi Budaya Indonesia" skala jabodetabek?
Pilihannya ada dua. Hanya hunting foto, atau lomba foto. Tentunya masing-masing ada kekurangan dan kelebihan. Untuk hunting foto, kelebihannya panitia akan mendapat uang masuk yang besar. Karena biasanya hunting foto itu minimal biaya pendaftaran 120rb. Kita estimasikan saja yang mendaftar menjadi peserta se Jabodetabek sebanyak 50 orang (ini jumlah yang sedikit untuk festival budaya seperti ini). 50x120rb sudah 6 juta. Dan pengeluaran yang kita buat juga tidak banyak. Hanya pengaturan yang memang harus dipersiapkan dengan baik. Kekurangannya, kita tidak punya hak meminta hasil foto mereka.
Untuk lomba foto, hampir sama dengan hunting foto di atas. Bedanya, kita mengeluarkan cost untuk hadiah. Dan untuk skala jabodetabek, hadiah juga harus besar. Tapi tenang, banyak sekali sponsor yang mendukung acara fotografi. Nikon, Canon, National Geographic dan perusahaan-perusahaan besar lainnya. Tentunya dengan konsep yang matang dan cerdas, ini akan sukses besar. Dan kita punya hak mendapatkan dan menggunakan foto-foto terbaik mereka untuk keperluan dokumentasi.
Tapi hal besar yang harus dipikirkan adalah venue. Saya kurang yakin lapangan A bisa muat dipenuhi dengan orang-orang berlensa besar dan panjang. Dan suasananya pasti akan sedikit berubah jika venue tetap di Lapangan A. Kebocoran akan sangat mudah terjadi. Maksudnya dalam frame kita lumrah tertangkap orang yang juga sedang membidik objek. Bagaimana dengan Student Centre? Nah, mungkin lebih parah lagi karena ini indoor. Lighting pasti kurang, dan otomatis para fotografer menggunakan flash. Flash hidup sana sini membuat suasana juga pasti akan sedikit berubah. Belum lagi ada fotografer yang menggunakan strobist yang bisa memakan banyak tempat.
Yah begitulah kira-kira. Tapi keuntungan terbesarnya, forum-forum fotografi akan dipenuhi dengan foto kegiatan FESBUDNUS. Impactnya pasti sangat besar. Selain nama STAN semakin dikenal, akan sangat berdampak pada FESBUDNUS tahun depan atau acara-acara lain setelah ini. Sponsor akan melirik kampus kita. Khususnya sponsor-sponsor besar. Karena sejauh ini, banyak perusahaan yang mengadakan lomba-lomba fotografi, hunting dan sebagainya. Itu menandakan bahwa mereka melihat peluang ini sangat menjanjikan. Apalagi sekarang musimnya social media yang identik dengan foto.
Untuk menarik peserta juga gampang sepertinya. Hubungi saja admin facebook Fotografer Indonesia yang sukses menggelar rekor MUI baru-baru ini. Hubungin admin facebook Gallery Photography Indonesia. Hubungi admin Fotografer.net dan Fotokita.net (National Geographic Indonesia). Saya yakin, peserta akan membludak. Bahkan bisa jadi venue akan dipenuhi para fotografer dengan lensa panjang.
Bagaimana? Mungkin bisa direalisasikan... :)
owh jadi HOE toh penyebab kak saidi hobi fotografi..
BalasHapus:3